Sudah menjadi diam-diam umum kalau Jepang, merupakan nirwana dari berbagai jenis fantasi sex, untuk memuaskan nafsu dari para hidung belang. Di negara yang populer dengan kemajuan teknologinya ini, terdapat banyak sekali macam klub malam dengan banyak sekali penawaran yang menggiurkan bagi para penikmat nafsu dunia. Mulai dari sekedar layanan sobat minum dan karaoke, hingga hal-hal yang sanggup di bilang cukup nyeleneh, ibarat SoapLand (Mandi Bersama) dan CosplayBox (Memilih gadis sesuai kostum yang dinginkan). Namun yang menciptakan miris yaitu sebuah layanan lain yang biasa disebut dengan Joshi-kosei osanpo (JK), yang berarti layanan berkencan dengan Gadis SMA. Layanan yang awalnya hanyalah pekerjaan sambilan dengan membagikan brosur oleh siswi Sekolah Menengan Atas sambil kadang menemani ngobrol dan jalan-jalan. Belakangan mulai menjelma sarana prostitusi anak 'terselubung' dengan berkedok Kafe yang menyediakan jasa ngobrol, pijat hingga berjalan-jalan di sekitar wilayah itu dengan seorang siswi SMA. Namun tak jarang juga hal ini kesannya berujung pada sebuah transaksi sex, antara Josie-Kosei dan pelangganya, dan berikut ini yaitu ulasan perihal Josie-Kosei sisi gelap dunia prostitusi di Jepang versi anehdidunia.com
Di Jepang seorang siswi Sekolah Menengan Atas yang masih terlihat polos, seolah mempunyai daya tarik dan kawasan tersendiri dalam tatanan masyarakat. Dengan rok pendek yng khas dan tingkah mereka yang lucu, menciptakan gadis-gadis ini menjadi obyek fantasi favorit dalam banyak sekali bidang mulai dari kartun, komik, Idol ibarat AKB48, hingga Joshi-kosei. Tapi yang tak banyak orang tahu adalah, bahwa selain dijadikan sebagai huruf dalam komik maupun Idol, kita benar-benar sanggup membeli siswi-siswi Sekolah Menengan Atas ini secara harafiah. Dan demi meraih laba yang besar beberapa orang tak bertanggung jawab telah merubah tradisi Josie-Kosei, menjadi ajang prostitusi anak di bawah umur. Sisi gelap kehidupan malam di Jepang, inilah yang coba di ungkap oleh seorang Wartawan asal Brooklyn, berjulukan Simon Ostrovsky, dalam film dokumenter pendeknya yang berjudul "Girl For Sale"
Pada tahun 2014 ketika Simon menyambangi Jepang untuk menciptakan Film dokumenternya. Ia melihat bahwa di balik gemerlapnya lampu-lampu yang ada di kota Tokyo, tepatnya di distrik Akihabara. Terdapat puluhan siswi Sekolah Menengan Atas yang sedang membagikan selebaran bagi orang yang lewat. Para remaja ini berusaha untuk menarik orang-orang yang lewat semoga mampir ke kawasan yang mereka promosikan. Jika seseorang berminat maka Ia sanggup masuk dan menentukan dengan siswi mana dirinya ingin mengobrol, diramal ataupun pijat, namun tak jarang juga hal yang lebih.
Dan untuk mengetahui lebih dalam perihal Josei-Kosei, Simon Ostrovsky, kesannya memutuskan untuk masuk kedalam salah satu Kafe yang menyediakan jasa Josei-Kosei. Disini Ia diantarkan ke sebuah ruangan kecil untuk mengobrol dengan seorang Gadis SMA. Untuk jasa ini sendiri Simon harus menbayar 3.000 Yen atau sekitar $30. Setelah beberapa menit mengobrol, gadis ini pun coba meramal Simon, tapi sehabis berapa ketika kesannya gadis ini secara malu-malu mengaku kalau beliau bahwasanya tak sanggup meramal. Namun bukan itu yang menjadi perhatian Simon, alasannya yaitu dalam ruangan yang sama, Ia melihat seorang laki-laki paruh baya lain yang sedang memakai jasa Josei-Kosei untuk ngobrol. Ketika itu alasannya yaitu penasaran, Ia memutuskan untuk mengarahkan kamera tersembunyi yang dibawanya ke arah meja orang tersebut. Dan meskipun dialog mereka terdengar biasa, tapi dirinya sungguh merasa tak nyaman, melihat seorang Pria cukup umur membayar uang untuk berbincang dengan gadis di belum dewasa sambil terus menarik hati mereka. Menurutnya hal tersebut sangat mengerikan.
Setelah beberapa usang mencari, kesannya Simon berhasil menemukan seorang Josie-Kosei yang bersedia untuk menceritakan sisi gelap dari profesi ini dengan syarat identitasnya di rahasiakan. Gadis yang mengaku telah menjadi JK semenjak berusia 16 tahun ini, menyampaikan kalau pilihanya menjadi JK yaitu alasannya yaitu Ibunya mengalami Sakit Mental dan kondisi keluarganya tak lagi akur. Dia mengaku merasa tak tak punya kawasan hingga dirinya tiba ke Akihabara. Disini Ia merasa sanggup melupakan kehidupan sehari-harinya ketika membagikan selebaran. Selain membagikan selebaran dirinya juga melaksanakan pekerjaan JK lainya mulai dari Ngobrol, Pijat hingga Meramal. Namun gadis ini juga mengaku, tak menolak tawaran lain kalau harganya dinilai cocok. Ia mengaku tawaran yang biasa tiba padanya mulai dari sekedar menyentuh payudara hingga berafiliasi Sex. DAn ketika bertanya pada gadis ini, apakah dirinya sudah berafiliasi sex dengan pelanggan ketika usianya belum 18 tahun, gadis mengiayakan pertanyaan Simon. Ia berujar "Semuanya terjadi begitu saja, tiba-tiba kami bergairah". Gadis ini juga bercerita, bagaimana para pelangganya tak menyukai gadis yang berdandan, dan lebih menginginkan siswi Sekolah Menengan Atas yang mengenakan rok pendek dan masih terlihat polos.
Dari penuturan Jake Adelstein., seorang wartawan asal Amerika yang sudah usang menetap di Jepang ketika dirinya berbincang-bincang dengan Simon mengenai Josei-Kosei. Menurtnya budaya Josei-Kosei yang dimulai semenjak tahun 1990an, sudah jauh berbeda dengan yang ada sekarang. Dulu Josei-Kosei hanya menunjukkan layanan jalan-jalan dan ngobrol pada para pelangganya. Namun para konsumen yang kebanyakan sudah berusia 40an ke atas ini menginginkan sesuatu yang lebih dan sesuatu itu biasanya berkonotasi pada urusan esek-esek. Kerelaan pria-pria paruh baya ini untuk membayar dengan harga berapapun ini, telah memicu beberapa individu di Akihabara untuk menyebabkan Josei-Kosei sebagai ladang bisnis dengan merekrut siswi-siswi Sekolah Menengan Atas untuk bekerja pada mereka. Dan masih berdasarkan Jake akan sulit untuk mengatasi persoalan ini, alasannya yaitu masyaralat Jepang merupakan kaum yang sangat haus akan fantasi sex diantara negara-negara lainya. Dengan kondisi ibarat ini sangat sulit untuk hidup sebagai perempuan di Negri Matahari Terbit ini.
Pada tahun 2013 sehabis mendapat sorotan dari dunia, tanggapan tradisi Josei-Kosei yang sudah menjurus pada perdagangan manusia. Pemerintah Jepang kesannya mulai mengambil tindakan dengan memperingatakan bisnis yang memakai jasa Josei-Kosei dan melaksanakan penggrebekan terhadap bisnis JK yang di duga memperdagangkan manusia. Namun banyak yang menduga ini hanyalah sandiwara publik, alasannya yaitu hingga ketika Simon tiba ke Jepang untuk menciptakan film dokumenternya, masih terlihat banyak bisnis JK yang buka dengan bebas, padahal lokasinya sangat akrab dengan pos polisi.
Seorang pekerja sosial berjulukan Yumeno Nito, mengungkapkan fakta lain dari bisnis JK yang jauh lebih mengerikan. Wanita yang mengaku telah menyelamatkan lebih dari 100 gadis Sekolah Menengan Atas dari perdagangan insan ini, selalu meluangkan waktunya setiap hari untuk berparoli di sekitar Akihabara sebelum jam 22.30 untuk mencari gadis muda yang tak punya kawasan untuk pulang. Yumeno akan membawa mereka kerumahnya dan memberi gadis-gadis ini kawasan menginap dan juga makan. Menurut Yumeno, sebagian dari Josei-Kosei memang mendapatkan banyak uang dari profesi mereka ini, namun tak jarang juga yang kesannya hanya dieksploitasi tanpa mendapat uaang sedikitpun. Yang lebih parah lagi, ketika keluarga dan teman-teman mereka tahu, gadis-gadis malang ini biasanya justru akan menjadi pihak yang di salahkan, alasannya yaitu terjebak menjadi Josei-Kosei, dengan stigma negatif ini pula, para gadis ini kesannya terisolasi dari lingkunganya. Dan alasannya yaitu budaya masyarakat Jepang yang menjunjung tinggi rasa malu. Kebanyakan dari gadis-gadis ini kesannya menentukan untuk menggelandang dan kelaparan daripada harus meminta dukungan pada Keluarga ataupun Temanya. Tak jarang pula para siswi Sekolah Menengan Atas ini menentukan untuk bunuh diri alasannya yaitu merasa tak punya kawasan lagi untuk bernaung.
Sahabat anehdidunia, artikel ini saya buat bukan untuk mendeskreditan sebuah bangsa ataupun tradisi yang ada di dalamnya. Namun ketika menilai sesuatu sebaiknya kita melihat dari dua sisi yang berbeda semoga kita tak melulu hanya ingin melihat kemajuan dari sebuah negara melainkan juga mencari tahu hal-hal tersembunyi yang kadang harus demi menjadi pondasi atas kemajuan tersebut. Artikel ini saya buat sehabis melihat film dokumenter "School Girls For Sale" yang sanggup kalian lihat dalam video di bawah ini. Tentu saja saya juga menambahkan beberapa sumber lain sebagai materi referensi. Semoga artikel ini sanggup menambah wawasan bagi sahabat anehdidunia. Jika dirasa ada yang kurang tepat, silahkan berkomentar, kami akan menerimanya dengan bahagia hati.
Referensi :
https://www.youtube.com/watch?v=0NcIGBKXMOE
http://health.liputan6.com/read/2276459/mengintip-sisi-gelap-jepang-prostitusi-remaja-di-akihabara#
/search?q=josie-kosei-sisi-gelap-dari-dunia-prostitusi-di-jepang
/search?q=josie-kosei-sisi-gelap-dari-dunia-prostitusi-di-jepang
0 Response to "Josie-Kosei Sisi Gelap Dari Dunia Prostitusi Di Jepang"
Post a Comment